Samosir, CNN Indonesia --
Sejumlah ekonom memproyeksi kenaikan suku bunga Bank Indonesia (BI) tak bakal berpengaruh kepada angsuran pemilikan rumah (KPR).
BI diketahui meningkatkan suku kembang referensi alias BI Rate sebesar 25 pedoman poin ke level 6,25 persen dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) nan berjalan pada 23-24 April 2024.
Kemudian, suku kembang deposit facility juga naik 25 pedoman poin menjadi 5,5 persen dan suku bunga lending facility naik 25 pedoman poin menjadi 7 persen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Chief Economist PT Bank Central Asia (BCA) David E Sumual menuturkan secara historis kenaikan suku kembang BI tak berakibat pada kembang KPR.
Berdasarkan catatannya, meski suku kembang BI naik 275 bps sejak Agustus 2022, kembang KPR malah turun 58 bps. Menurutnya, perihal ini terjadi lantaran aspek persaingan antara bank di sektor tersebut.
Dengan begitu, pihak perbankan berpikir bolak-balik untuk meningkatkan kembang KPR lantaran takut kehilangan nasabah.
"Jadi (perbankan) bermain di ceruk nan sama sehingga susah sekali mengikuti kebijakan BI rate," kata David kepada wartawan di Samosir, Sumatera Utara, Minggu (28/4).
Dihubungi secara terpisah, Ekonom Bank Permata Josua Pardede juga menyebut kenaikan suku kembang referensi BI tak serta merta mengerek angsuran KPR.
Menurutnya, jika pun angsuran KPR naik, kenaikannya tidak bakal lebih tinggi dari suku kembang BI serta memerlukan waktu.
"Penyesuaian suku kembang angsuran terutama KPR bagi nan debitur menarik angsuran KPR tentunya tidak bakal terkena akibat lantaran debitur tetap dalam masa grace period/fixed rate dalam 1-2 bulan pertama," kata Josua kepada CNNIndonesia.com.
Ia menilai keputusan BI untuk meningkatkan BI-rate bulan ini lebih didorong oleh aspek eksternal, nan saat ini penuh dengan ketidakpastian, dibandingkan dengan kondisi domestik.
[Gambas:Video CNN]
Dari sisi inflasi, dalam jangka pendek, terutama di semester pertama 2024, diperkirakan bakal tetap tinggi lantaran peningkatan inflasi pangan mengenai dengan kejadian El Niño.
Namun, pihaknya mengantisipasi bahwa tekanan dari inflasi pangan bakal mulai berkurang pada tahun ini. Ketahanan eksternal dari sisi neraca perdagangan juga tetap cukup kuat.
Hal ini sejalan dengan berlanjutnya surplus perdagangan hingga kuartal I 2024, meskipun dalam tren nan menurun. Kami memandang pelebaran defisit transaksi melangkah (CAD) tahun ini tetap dalam level nan wajar dan terkendali.
"Oleh lantaran itu, kami memandang keputusan untuk meningkatkan BI-rate di April 2024 terutama ditujukan untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah untuk memitigasi akibat imported inflation dan mengurangi arus keluar modal dari pasar portofolio," ucap Josua.
(mrh/agt)