Jakarta, CNN Indonesia --
Kepala Humas BPJS Kesehatan Rizzky Anugerah menegaskan sistem kelas 1, 2, dan 3 bagi peserta Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) tidak dihapus usai pemberlakuan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS).
Hal itu dia ungkapkan sebagai respons atas maraknya info mengenai penerapan KRIS bakal secara otomatis menghapus sistem kelas BPJS Kesehatan.
Rizzky menuturkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan tak membahas soal penghapusan kelas.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jika dilihat narasi Perpres Nomor 59 Tahun 2024, secara definitif tidak ada satu kata alias satu kalimat pun nan mengatakan ada penghapusan ragam kelas rawat inap 1, 2, dan 3," kata Rizzy melalui keterangan resmi, Selasa (14/5).
Ia menjelaskan usai Perpres tersebut diundangkan maka sistem penyelenggaraan KRIS bakal diatur lebih lanjut melalui peraturan menteri kesehatan.
"Sampai dengan saat ini, belum ada izin turunan Perpres Nomor 59 Tahun 2024 tersebut. Kebijakan KRIS ini tetap bakal dievaluasi penerapannya oleh menteri kesehatan dengan melibatkan BPJS Kesehatan, Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), dan pihak-pihak mengenai lainnya," imbuhnya.
Rizzky pun menuturkan sampai dengan Perpres Nomor 59 Tahun 2024 diundangkan, nominal iuran nan bertindak bagi peserta JKN tetap merujuk pada Perpres 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018.
Rinciannya, untuk peserta JKN segmen Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) alias peserta berdikari kelas 1 iurannya Rp150 ribu, kelas 2 Rp100 ribu, dan kelas 3 Rp42 ribu per orang per bulan dengan subsidi sebesar Rp7 ribu per orang per bulan dari pemerintah, sehingga nan dibayarkan peserta kelas 3 hanya Rp35 ribu.
Di sisi lain, Rizzky menuturkan ada kesempatan tarif iuran BPJS Kesehatan itu naik. Hal ini tergantung hasil pertimbangan penerapan KRIS.
"Hasil pertimbangan pelayanan rawat inap rumah sakit nan menerapkan KRIS ini bakal menjadi landasan bagi pemerintah untuk menetapkan manfaat, tarif, dan iuran JKN ke depannya," ujarnya.
Lebih lanjut, Rizzky mengatakan dari perspektif BPJS Kesehatan, KRIS ini sebetulnya upaya untuk meningkatkan standar kualitas pelayanan di akomodasi kesehatan.
Artinya, jangan sampai kualitas pelayanan kesehatan bagi peserta JKN di wilayah perkotaan berbeda dengan pelayanan di wilayah pedesaan alias wilayah nan jauh dari pusat ibu kota.
"Sampai dengan Perpres ini diundangkan, pelayanan bagi pasien JKN tetap tetap melangkah seperti biasanya. Bersama akomodasi kesehatan, kami tetap mengutamakan kualitas pelayanan kepada peserta," ucap Rizzy.
"Kami juga memastikan rumah sakit menerapkan Janji Layanan JKN dalam melayani peserta JKN sesuai dengan prosedur dan ketentuan nan berlaku," lanjutnya.
[Gambas:Video CNN]
(mrh/pta)