Jakarta, CNN Indonesia --
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan buka bunyi soal kemungkinan adanya penyesuaian besaran iuran jika jasa distandarisasi.
Asisten Deputi Bidang Komunikasi Publik dan Hubungan Masyarakat BPJS Kesehatan Rizzky Anugerah mengatakan jika ada penyesuaian iuran, ada sejumlah aspek nan kudu dipertimbangkan mengenai iuran peserta BPJS Kesehatan.
Faktor itu pun kudu dilihat bersama sejumlah pemangku kepentingan terkait. Tak hanya itu, jikalau ada penyesuaian, itu juga kudu dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi dan keahlian finansial masyarakat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menyebut sampai dengan saat ini nominal iuran nan bertindak bagi peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) tetap merujuk pada peraturan presiden nan berlaku.
"Untuk peserta JKN segmen Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) alias peserta berdikari kelas I iurannya Rp150 ribu, kelas II Rp100 ribu dan kelas III Rp42 ribu per orang per bulan dengan subsidi sebesar Rp7.000 per orang per bulan dari pemerintah, sehingga nan dibayarkan peserta kelas III hanya Rp35 ribu," jelas Rizzky saat dihubungi CNNIndonesia.com, Senin (13/5).
Terkait penyesuaian iuran, Rizzky menegaskan nan kudu menjadi perhatian adalah perlu adanya bauran kebijakan nan melibatkan seluruh pemangku kepentingan mengenai sebagai antisipasi potensi ketidakcukupan biaya agunan sosial (DJS) kesehatan dalam 2-3 tahun ke depan.
Menurutnya, dalam merumuskan besaran iuran JKN di masa mendatang, sebaiknya juga melibatkan partisipasi masyarakat melalui obrolan publik.
"Pada prinsipnya, apapun kebijakan nan kelak diterapkan, kudu ada kepastian bahwa peserta JKN terlayani dengan baik dan memperoleh info sejelas-jelasnya," lanjutnya.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Rabu (8/5) mewajibkan setiap rumah sakit nan bekerja sama dengan BPJS Kesehatan memberlakukan sistem kelas rawat inap standar (KRIS) paling lambat 30 Juni 2025.
Peraturan itu tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Sementara itu, perubahan iuran dalam sistem KRIS termuat dalam Pasal 103B beleid tersebut. Ayat 6 pasal itu menyebut menteri kesehatan bakal melakukan pertimbangan terhadap akomodasi ruang perawatan di setiap rumah sakit.
Evaluasi itu bakal dilakukan dengan berkoordinasi berbareng BPJS Kesehatan, Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), dan menteri nan menyelenggarakan urusan pemerintahan di bagian keuangan.
Ayat 7 pasal nan sama menyebut hasil pertimbangan dan koordinasi akomodasi ruang perawatan pada pelayanan rawat inap menjadi dasar penetapan manfaat, tarif, dan iuran. Adapun, penetapan manfaat, tarif, dan iuran ditetapkan paling lambat 1 Juli 2025.
[Gambas:Video CNN]
(del/agt)