Jakarta, CNN Indonesia --
Presiden Joko Widodo (Jokowi) memerintahkan seluruh rumah sakit nan bekerja sama dengan BPJS Kesehatan memberlakukan sistem kelas rawat inap standar (KRIS) paling lambat 30 Juni 2025.
Aturan penerapan KRIS tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan nan diteken pada 8 Mei 2024.
Skema ini menimbulkan dugaan di kalangan masyarakat bahwa kelas 1, 2, 3 bakal dihapus dan diganti dengan penerapan KRIS di seluruh rumah sakit.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun dugaan ini telah dibantah oleh sejumlah pihak, termasuk Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin dan Direktur Utama BPJS Kesehatan Ghufron Mukti.
Ghufron menyatakan penerapan KRIS tidak menghapus jenjang kelas pelayanan rawat inap bagi peserta.
"Masih ada kelas standar, ada kelas 2, kelas 1, ada kelas VIP. Tetapi ini sekali lagi masalah non-medis," tutur Ghufron di Jakarta, Senin (13/5), dikutip dari Antara.
Menurutnya, perpres tersebut berorientasi pada penyeragaman kelas rawat inap nan merujuk pada 12 kriteria meliputi komponen gedung nan digunakan tidak boleh mempunyai tingkat porositas nan tinggi, terdapat ventilasi udara, pencahayaan ruangan, kelengkapan tempat tidur, termasuk temperatur ruangan.
Selain itu, penyedia akomodasi jasa juga perlu membagi ruang rawat berasas jenis kelamin pasien, anak alias dewasa, serta penyakit jangkitan alias noninfeksi.
Kriteria lainnya adalah keharusan bagi penyedia jasa untuk mempertimbangkan kepadatan ruang rawat dan kualitas tempat tidur, penyediaan gorden alias partisi antartempat tidur, bilik mandi dalam ruangan rawat inap nan memenuhi standar aksesibilitas, dan menyediakan outlet oksigen.
Lantas berapa besaran iuran BPJS nan kudu dibayarkan peserta jika KRIS diimplementasikan?
Dengan pemberlakuan peraturan terbaru ini, besaran iuran BPJS Kesehatan pun juga bakal berubah. Namun, dalam Perpres Nomor 59 Tahun 2024 belum tercantum berapa iuran BPJS Kesehatan nan baru.
Berdasarkan Pasal103B ayat 8 patokan itu, besaran iuran BPJS Kesehatan untuk KRIS baru bakal diputuskan pada 1 Juli 2025 mendatang. Artinya, iuran BPJS Kesehatan saat ini belum mengalami perubahan.
Dengan begitu, besaran iuran BPJS Kesehatan nan dikenakan kepada peserta tetap merujuk pada patokan lama, ialah Perpres Nomor 64 Tahun 2020 dengan skema kelas 1, 2, dan 3.
Asisten Deputi Bidang Komunikasi Publik dan Hubungan Masyarakat BPJS Kesehatan Rizzky Anugerah mengatakan jika ada penyesuaian iuran, ada sejumlah aspek nan kudu dipertimbangkan dengan melibatkan pemangku kepentingan terkait, termasuk mempertimbangkan kondisi dan keahlian finansial masyarakat.
Ia menyebut sampai dengan saat ini nominal iuran nan bertindak bagi peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) tetap merujuk pada peraturan presiden nan berlaku.
"Untuk peserta JKN segmen Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) alias peserta berdikari kelas 2 iurannya Rp150 ribu, kelas 2 Rp100 ribu dan kelas 3 Rp42 ribu per orang per bulan dengan subsidi sebesar Rp7 ribu per orang per bulan dari pemerintah, sehingga nan dibayarkan peserta kelas 3 hanya Rp35 ribu," jelas Rizzky saat dihubungi CNNIndonesia.com, Senin (13/5).
[Gambas:Video CNN]
Terkait penyesuaian iuran, Rizzky menegaskan nan kudu menjadi perhatian adalah perlu adanya bauran kebijakan nan melibatkan seluruh pemangku kepentingan mengenai sebagai antisipasi potensi ketidakcukupan biaya agunan sosial (DJS) kesehatan dalam 2-3 tahun ke depan.
Menurutnya, dalam merumuskan besaran iuran JKN di masa mendatang, sebaiknya juga melibatkan partisipasi masyarakat melalui obrolan publik.
"Pada prinsipnya, apapun kebijakan nan kelak diterapkan, kudu ada kepastian bahwa peserta JKN terlayani dengan baik dan memperoleh info sejelas-jelasnya," lanjutnya.
(del/agt)