Benarkah Sistem Kelas BPJS Kesehatan Dihapus Setelah Berlaku KRIS?

Sedang Trending 4 bulan yang lalu

Jakarta, CNN Indonesia --

Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta rumah sakit nan bekerja sama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan) menerapkan kelas rawat inap standar (KRIS) Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) paling lambat 30 Juni 2025.

Aturan itu tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan, nan diteken Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 8 Mei 2024.

"Penerapan akomodasi ruang perawatan pada pelayanan rawat inap berasas kelas rawat inap standar dilaksanakan secara menyeluruh untuk rumah sakit nan bekerja sama dengan BPJS Kesehatan paling lambat tanggal 30 Juni 2025," bunyi Pasal 103B ayat 1 beleid tersebut.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Asumsi nan beredar, kelas 1, 2, 3 bakal dihapus dan diganti dengan penerapan KRIS di seluruh rumah sakit. Benarkah demikian?

Merujuk pada Pasal 1 ayat 4b patokan itu, KRIS adalah standar minimum pelayanan rawat inap nan diterima oleh peserta.

Kemudian, rincian standar minimum jasa untuk rawat inap diatur dalam Pasal 46A. Ada 12 kriteria akomodasi ruang perawatan pada pelayanan rawat inap berdasar KRIS terdiri atas komponen gedung nan digunakan tidak boleh mempunyai tingkat porositas nan tinggi, ventilasi udara, pencahayaan ruangan, kelengkapan tempat tidur, dan nakas per tempat tidur.

Kemudian kriteria lain termasuk temperatur ruangan, ruang rawat dibagi berasas jenis kelamin, anak alias dewasa, serta penyakit jangkitan alias noninfeksi, kepadatan ruang rawat dan kualitas tempat tidur, partisi antar tempat tidur, bilik mandi dalam ruangan rawat inap, bilik mandi memenuhi standar aksesibilitas, dan outlet oksigen.

Soal penghapusan kelas 1, 2, 3 dalam program JKN oleh BPJS Kesehatan telah dibantah oleh sejumlah pihak, termasuk Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin dan Direktur Utama BPJS Kesehatan Ghufron Mukti.

Budi menyebut Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2024 mengatur soal penyederhanaan standar kelas jasa BPJS Kesehatan. Penyederhanaan dilakukan dengan pertimbangan memperbaiki kualitas jasa BPJS Kesehatan.

"Jadi itu bukan dihapus, standarnya disederhanakan dan kualitasnya diangkat," kata Budi usai meninjau RSUD Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara, Selasa (14/5).

Budi menjelaskan masyarakat pengguna BPJS nan sebelumnya berada dalam kategori kelas 3, maka nantinya bakal naik menjadi kelas dua dan kelas satu.

Namun sebelum standarisasi itu berlaku, Budi meminta publik menunggu patokan teknis mengenai sistem pelayanan pasien BPJS itu. Budi bakal mengeluarkan Permenkes sebagai tindak lanjut Perpres soal agunan kesehatan itu.

"Jadi itu ada kelas 3 kan sekarang semua naik ke kelas dua dan kelas satu. Jadi sekarang lebih sederhana dan jasa masyarakat lebih bagus. Nanti Permenkesnya sejenak lagi keluar sesudah pak Presiden tanda tangan," ujar Budi.

Sementara itu, Ghufron Mukti menyatakan penerapan KRIS tidak menghapus jenjang kelas pelayanan rawat inap bagi peserta.

"Masih ada kelas standar, ada kelas II, kelas I, ada kelas VIP. Tetapi ini sekali lagi masalah non-medis," tutur Ghufron di Jakarta, Senin (13/5), dikutip dari Antara.

Menurutnya, Perpres tersebut berorientasi pada penyeragaman kelas rawat inap nan merujuk pada 12 kriteria.

"Bahwa perawatan ada kelas rawat inap standar dengan 12 kriteria, untuk peserta BPJS, maka sebagaimana sumpah master tidak boleh dibedakan pemberian pelayan medis atas dasar suku, agama, status sosial alias beda iurannya," ujarnya.

Jika ada peserta mau dirawat pada kelas nan lebih tinggi, maka diperbolehkan selama perihal itu dipengaruhi situasi nonmedis.

Pasal 51 patokan itu juga mengatur ketentuan naik kelas perawatan dilakukan dengan langkah mengikuti asuransi kesehatan tambahan alias bayar selisih antara biaya nan dijamin oleh BPJS Kesehatan dengan biaya nan kudu dibayar akibat peningkatan pelayanan.

Selisih antara biaya nan dijamin oleh BPJS Kesehatan dengan biaya pelayanan dapat dibayar oleh peserta bersangkutan, pemberi kerja, alias asuransi kesehatan tambahan.

"Ya tentu Perpres Jaminan Kesehatan ini bagus, tidak saja mengatur pasien bisa naik kelas, selain PBI alias mereka nan di kelas 3," ungkap Ghufron.

[Gambas:Video CNN]

(del/pta)

Sumber cnnindonesia.com
cnnindonesia.com