Jakarta, CNN Indonesia --
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tengah ramai dikiritik akhir-akhir ini. Bahkan, Menteri Keuangan Sri Mulyani turun tangan untuk menanggapi kritik tersebut.
Beberapa kasus nan viral seperti pengiriman sepatu seharga Rp10 juta nan dikeluhkan laki-laki berjulukan Radhika Althaf lantaran dipungut bea masuk lebih dari Rp30 juta. Sri Mulyani menyatakan kasus tersebut muncul lantaran ada ketidaksesuaian nilai sepatu nan dikirim dari luar negeri.
Menurut keterangan nan didapatnya dari Bea Cukai Soetta, nilai sepatu nan dikirimkan perusahaan jasa titipan DHL lebih rendah dari nilai aslinya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bea Cukai melakukan koreksi untuk penghitungan bea masuknya. Ini mengakibatkan pembayaran denda dan itu dilakukan oleh perusahaan DHL. Jadi, (denda) bukan (dibayar) oleh Radhika Althaf. Saat ini, masalah ini sudah selesai, sepatu tersebut telah diterima oleh penerima peralatan dan tanggungjawab kepabeanan telah diselesaikan," klaim Ani.
Kasus lainnya ialah peralatan hibah untuk Sekolah Luar Biasa alias SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta. Barang berupa perangkat belajar siswa tunanetra berjulukan taptilo itu dikirim dari Korea Selatan.
Barang itu tiba di Indonesia sejak 18 Desember 2022, tetapi pihak sekolah malah diminta melengkapi sejumlah dokumen, apalagi ditagih ratusan juta untuk menebus peralatan tersebut.
Namun, Sri Mulyani telah meminta Bea Cukai membebaskan peralatan tersebut lantaran merupakan hibah.
Selain itu, ada pengiriman action figure nan viral usai seorang influencer protes di media sosial.
Menurut Sri Mulyani, kasus ini mirip-mirip dengan pungutan bea masuk sepatu. Ia mengerti bahwa peralatan tersebut merupakan bingkisan dari perusahaan robot. Akan tetapi, dia menyebut nilai peralatan nan dilaporkan oleh perusahaan jasa kiriman lebih mini dari nilai sebenarnya.
"Bea Cukai dalam perihal ini melakukan koreksi sehingga kemudian muncul tanggungjawab bea masuknya dan ini telah diselesaikan pembayaran oleh nan bersangkutan," katanya.
Lantas di mana letak persoalan hingga membikin kasus-kasus tersebut terjadi dan membikin Bea dan Cukai dikritik?
Pengamat Kebijakan Publik Trubus Rahadiansyah mengatakan kasus-kasus tersebut terjadi lantaran banyak oknum Bea dan Cukai nan nakal. Mereka, menurut Trubus, memanfaatkan kelemahan patokan demi mendapatkan untung pribadi.
"Misalnya Bea Cukai sering memandang peralatan ini mewah, sebenarnya jumlahnya tak seberapa tapi dia kemudian masukkan itu sebagai peralatan nan kudu kena pajak tinggi. Jadi seperti menakut-nakuti sebenarnya kepada pemilik barang," katanya kepada Senin (29/4).
Trubus mengatakan banyaknya oknum bandel di DJBC tak terlepas dari lemahnya pengawasan internal di dalam lembaga itu sendiri. Menurutnya, pengawasan terhadap pegawai DJBC susah ditegakkan lantaran dilakukan secara internal.
"Bea Cukai pengawasannya ya ada di internal dia sendiri. Itu lah jadi masalah kan, lantaran enggak mungkin jeruk minum jeruk," katanya.
Karena itu, Trubus menyarankan Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk bertindak tegas kepada DJBC sehingga betul-betul melakukan pelayanan dengan baik.
Selain itu, dia menilai lembaga lain perlu dilibatkan seperti Kementerian Perdagangan dalam mengawasi masuk dan keluarnya peralatan dari dan ke luar negeri.
Kendati demikian, Trubus menilai masalah tidak hanya terjadi lantaran DJBC sendiri. Menurutnya, banyak importir nan bermain dengan sistem self assessment di mana mereka tidak menyampaikan nilai peralatan tidak sesuai.
"Skemanya kudu dibuat lebih transparan lagi. Ini masalahnya lemahnya penegakan aturan," katanya.
Bersambung ke laman berikutnya...