Jakarta, CNN Indonesia --
Anggota Komisi IX DPR RI fraksi PDIP Rahmad Handoyo pesimistis pemerintah siap menerapkan kelas rawat inap standar (KRIS) pada seluruh rumah sakit nan bekerja sama dengan BPJS Kesehatan sesuai sasaran di 2025.
"Pemerintah saat ini belum siap untuk menjalankan menuju KRIS tahun 2025, terkhusus pemerintahan sekarang," tegas Rahmad dalam obrolan 'BPJS Kesehatan dengan KRIS, Permudah Layanan alias Jadi Beban?' Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (21/5).
Menurutnya, niatan pemerintah untuk menstandardisasi kualitas pelayanan di seluruh rumah sakit merupakan perihal nan mulia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, katanya, pemberlakuan patokan KRIS tanpa dibarengi dengan pembahasan alias kebijakan soal pembiayaan iuran alias tarif kelas itu sendiri hanya bakal menyulitkan beragam pihak.
"Dari rumah sakitnya dan dari DJSN (Dewan Jaminan Sosial Nasional) kan belum dibuat pembahasan, diskusi, hiruk pikuk soal KRIS jika tidak diimbangi konsep gimana pembiayaannya juga bakal sulit," ungkap Rahmad.
Menurut Rahmad, semestinya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024 nan memayungi peraturan mengenai KRIS ini juga merencanakan secara perincian mengenai kreasi iuran alias tarif kelas standar itu sendiri nan bakal diterapkan di rumah sakit.
Hal ini, menurutnya, agar tidak timbul implikasi alias pertanyaan di kalangan masyarakat mengenai apakah tarif untuk KRIS bakal naik alias tidak.
Di sisi lain, Rahmad juga menyebut setidaknya ada dua akibat positif dari penerapan KRIS.
"Saya kira ada dua perihal positifnya. Pertama, tentu dengan adanya pelayanan kelas standar peningkatan pelayanan kualitasnya menjadi naik. nan tadinya kelas tiga menjadi kelas standar pelayanan semakin baik," ujar dia.
Kedua, kata dia, penerapan kelas standar menyebabkan adanya sama rasa, sama pelayanan, sama kelas, baik itu nan kaya maupun nan kurang bisa haknya sama, dari sisi pelayanan kesehatan.
Ia pun menegaskan DPR meminta pemerintah menyiapkan perangkat, dalam perihal ini DJSN, untuk mengambil kebijakan mendasar tidak sebatas pelayanan saja, tapi juga termasuk soal pembiayaan.
"Isu nan ditunggu adalah soal pembiayaan. Jangan sampai pemberlakuan KRIS standar, peserta BPJS nan kelas tiga akhirnya jadi mantan peserta. Logikanya jika naik kelas standar, iuran bakal meningkat," ujar Rahmad.
Ia mengatakan DPR menunggu penjelasan dari pemerintah mengenai konsep dasar gimana kreasi utuh pembiayaan sistem KRIS. Ia tak mau perubahan kebijakan memberatkan rakyat, terutama nan pembiayaan secara mandiri.
Menurutnya, pemerintah juga kudu menjelaskan perubahan akomodasi untuk peserta BPJS kelas satu.
"Ini nan kudu diberikan penjelasan secara utuh dari pemerintah, meskipun kita pahami konsepsi BPJS adalah agunan sosial nan bercirikan gotong-royong," tuturnya.
Sebelumnya, Menteri Keseharan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menyebut iuran BPJS Kesehatan bakal dijadikan satu tarif alias tunggal usai pemberlakuan KRIS tahun depan. Ia menyebut pemberlakuannya bakal dilakukan secara bertahap.
"Ke depannya iuran ini kudu arahnya jadi satu, tapi bakal kita lakukan bertahap," ujar Budi di Kompleks Parlemen, Jakarta Pusat, Kamis (16/5).
Saat ini, Budi mengaku tengah mempertimbangkan pemisah iuran BPJS Kesehatan. Hal tersebut, katanya, sedang dibicarakan dengan sejumlah pihak mengenai dan bakal diputuskan dalam waktu nan tidak lama lagi.
Di sisi lain, Ketua DJSN Agus Suprapto membantah iuran BPJS Kesehatan bakal dijadikan satu tarif usai pemberlakuan KRIS. Ia menegaskan skema iuran BPJS Kesehatan bakal dibuat sesuai prinsip gotong-royong. Artinya, peserta nan kaya alias kelas 1 ikut iuran lebih tinggi dibanding kelas di bawahnya.
Dengan begitu, orang nan tak bisa alias kelas 3 bayar lebih rendah.
"Iurannya tidak bakal sama (tarif tunggal), pasti. Artinya nan kaya kudu bantu nan miskin," ucap Agus di Kantor BPJS Kesehata, Jakarta, Jumat (17/5).
Ia menilai jika sistem iuran BPJS Kesehatan dibuat single tarif, maka prinsip gotong royong terhapuskan.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebelumnya memerintahkan seluruh rumah sakit nan bekerja sama dengan BPJS Kesehatan memberlakukan sistem KRIS paling lambat 30 Juni 2025.
Skema ini menimbulkan dugaan di kalangan masyarakat bahwa kelas 1, 2, 3 bakal dihapus dan diganti dengan penerapan KRIS di seluruh rumah sakit.
Namun, dugaan ini telah dibantah oleh sejumlah pihak, termasuk Budi Gunadi dan Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti.
Berdasarkan Pasal 103 B ayat 8 Perpres 59/2025, besaran iuran BPJS Kesehatan untuk KRIS baru bakal diputuskan pada 1 Juli 205 mendatang. Artinya, iuran BPJS Kesehatan saat ini belum mengalami perubahan.
[Gambas:Video CNN]
(del/sfr)