Ada Anggaran Pendidikan Rp656 T, Biaya Kuliah Kok Masih Mahal?

Sedang Trending 3 bulan yang lalu

Jakarta, CNN Indonesia --

Uang kuliah tunggal (UKT) nan mahal minta ampun menjadi keluhan masyarakat akhir-akhir ini. Padahal, anggaran pendidikan terbilang besar ialah mencapai Rp656 triliun tahun ini.

Dana pendidikan nan digelontorkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024 itu memang naik 20,5 persen dari outlook 2023. Namun, duit rakyat sebanyak itu tak kuasa membiayai anak miskin duduk di bangku pendidikan tinggi.

Pengamat Pendidikan Universitas Paramadina Totok Amin Soefijanto mengatakan alokasi nan nyata dikelola Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) hanya 15 persen namalain Rp99 triliun. Sedangkan nyaris 55 persen biaya pendidikan itu lari ke wilayah dan biaya desa.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kelihatannya, pemerintah mempunyai politik anggaran nan lebih konsentrasi ke pengentasan kemiskinan dan pembangunan desa. Makanya, subsidi untuk perguruan tinggi tidak banyak dan hasilnya duit kuliah di perguruan tinggi negeri (PTN) terus merangkak naik," kata Totok kepada CNNIndonesia.com, Senin (27/5).

Totok memandang politik anggaran nan dimainkan Presiden Joko Widodo dan jajarannya bukan sebagai kesalahan. Ia lebih menyoroti gimana negara mengelola prioritas tersebut.

Menurutnya, Jokowi tetap konsentrasi dengan prioritas belajar 9 tahun, dari sekolah dasar (SD) hingga sekolah menengah atas (SMA). Perguruan tinggi pada akhirnya bukan jadi urusan utama nan dikejar.

"Prioritas ini tentu membantu family menengah ke bawah, tetapi tidak cukup. Pemerintah perlu menyesuaikan prioritasnya, termasuk pendidikan tinggi (dikti). Ada kebutuhan untuk dikti ini," tuturnya.

Ia mengutip info Badan Pusat Statistik (BPS) nan mencatat 9,9 juta masyarakat Indonesia berumur 15 tahun-25 tahun tak sekolah, tidak mengikuti pelatihan, juga tak bekerja. Jika dibiarkan, Totok menyebut ini bakal menjadi musibah demografi.

Serupa, Peneliti Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan (PSPK) Mandira Bienna Elmir menyoroti soal pengelolaan anggaran Kemendikbud Ristek nan tak sebanyak biaya pendidikan di APBN. Ia menegaskan perlu intervensi dari negara untuk merealokasi anggaran tersebut, sehingga sektor dikti bisa terjangkau dan berkualitas.

UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi sudah mencoba mengakomodasi anak miskin. Pasal 74 beleid tersebut menekankan PTN kudu menerima sedikitnya 20 persen calon mahasiswa dengan potensi akademik tinggi, tetapi kurang bisa secara ekonomi hingga mereka dari wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).

Akan tetapi, Mandira mempertanyakan transparansi dari mandat UU Dikti tersebut. Ia menegaskan kuota nan memang diperuntukkan untuk mereka nan miskin itu tak pernah bisa diakses publik.

"Data nan tersedia saat ini hanyalah penerima Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah secara nasional nan tersebar di seluruh perguruan tinggi. Komponen ini semestinya dibuka penerima KIP Kuliah per perguruan tinggi," katanya.

"Nilai UKT dari PTN dibuka kepada publik, namun besaran dan proporsi mahasiswa nan masuk ke setiap level UKT nan berbeda-beda tidak tersedia. Sehingga nan perlu dilakukan ke depan adalah perbaikan tata kelola transparansi PTN di seluruh Indonesia," tambah Mandira.

Bersambung ke laman berikutnya...


Sumber cnnindonesia.com
cnnindonesia.com